WIRDAH (170301005)
A.
Pendahuluan
Kekhalifahan
manusia di muka bumi memiliki tugas yang sangat penting sebagai pengganti atau
pewaris untuk memelihara kelangsungan dan keseimbangan alam. Kehidupan manusia
sebagai khalifah tentu saja dalam aplikasinya memiliki undang-undang yang
nantinya manusia bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Manakala yang menjadi
acuannya adalah al quran sebagai sumber utama dan hadits sebagai kedudukan
setelahnya.
Di dalam al quran telah mencakup
semua aspek kehidupan hanya saja masih bersifat universal sehingga sangat
dibutuhkan penjelasan sekaligus penyempurnaan akan eksistensinya. Oleh karena
itu Allah mengutus Rasul terakhir sebagai penyempurnaan sekaligus penutup
segala para ambiya yaitu Rasulullah SAW; dari Rasul inilah lahir yang namanya
hadits yang mana kedudukan dan fungsinya sangat penting sekali.
B.
Pengertian
Hadits
Hadist merupakan mubayyin
(penjelas) bagi al quran yang karenanya, siapa pun tidak akan bisa
memahami al quran tanpa dengan memahami dan menguasai hadist. Begitu pula
menggunakan hadist tanpa al quran, akan kehilangan arah karena al quran
merupakan dasar hukum pertama yang
didalamnya berisi garis-garis besar syariat islam. Dengan demikian antara al
quran dan hadis memiliki hubungan timbal balik yang tidak dapat di pisahkan [1].
C. Kedudukan Hadits
Jumhur ulama
mengatakan bahwa hadits menempati urutan yang kedua setelah
al-quran. Untuk hal ini al-suyuthi dan al-qasimi mengemukakan argumentasi
rasional dan argumentasi tekstual. Diantara argumentasi itu adalah sebagai
berikut:
1. Al-qur’an besifat qath’i
al-wurud,sedangkan hadits bersifat zhanni al-wurud. Karena itu yang qath’i
harus didalukan dari pada yang zhanni.
2. Hadits berfungsi sebagai penjabaran
al-qur’an. Ini harus diartikan bahwa yang menjelaskan bekedudukan setingkat
dibawah yang dijelaskan.
3. Ada beberapa hadits dan atsar yang
menjelaskan urutan dan kedudukan hadits setelah al-qur’an. Diantaranya dialog
rasululllah dengan Mu’az bin jabal yang akan diutus ke negeri yaman sebagai
qadli. Nabi bertanya: “dengan apa kau putuskan suatu perkara?” Mu’az menjawab:
“dengan kitab Allah. Jika tidak ada nash nya, maka dengan sunnah Rasulullah dan
jika tidak ada ketentuannya dalam sunnah, maka dengan berijtihad.”
4. Al – qur’an sebagai wahyu dari sang
pencipta Allah swt; sedang hadits berasal dari hamba dan utusannya, maka
selayaknya bahwa yang berasal dari sang pencipta lebih tinggi kedudukannya dari
pada yang berasal dari hamba utusannya.[2]
5. Yusuf qardhawi mengemukakan bahwa sunnah
(hadits) merupakan penjelasan teoritis dan praktis bagi al-quran oleh sebab itu
diharuskan mengikuti dan mengamalkan hukum-hukum serta pengarahan yang
diberikan oleh sunnah Rasulullah saw; menaati perintah Rasulullah adalah wajib
sebagaimana menaati apa yang disampaikan oleh al-qur’an.[3]
Ada beberapa ayat al-qur’an dan hadits yang menyatakan
banhwa al-sunnah sebagai sumber kedua setelah al-qur’an dalam ajaran islam.
Surat
an-nisa ayat 59 menyatakan:
“
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul –Nya dan ulul
amri diantara kamu.”
Selanjutnya
dalam haits nabi ditegaskan :
“
Aku tinggalakan untuk kalian dua perkara (pusaka), selama kalian berpegang
kepada keduanya kalian tidak akan tesesat, kitabullah (al-qur’an) dan sunnah
Rasul-Nya.” (HR. Abu Daud).
Terlepas dari berbagai alasan atau dalil yanng
menunjukkan banhwa kedudukan al-sunnah menempati posisi kedua setelah al-qur’an
dalam tertib sumber hukum islam yang jelas, di dalam islam al-qur’an banyak
ayat yang tidak dapat dijelaskan. Jika tidak ada penjelasan yang tidak dapat
mengungkapkan makna yang dimaksud oleh ayat tersebut maka yang bisa menjelaskan
itu adalah Rasul.
Oleh karenanya, sering para sahabat sering menjumpai
Rasulullah saw ; untuk meminta keterangan dan penjelasan yang diperlukan untuk
memahami al-qur’an yang mujmal, muthlaq serta umum. Dalam arti bahwa al-qur’an
banyak mengandung hukm-hukum yang bersifat kulli (menyeluruh) yang tekadang
sulit dipahami dan dimengerti para sahabat. Dalam keadaan serupa itu Rasulullah
saw; tampil menerangkan dan memberi penjelasan kepada mereka.[4]
D. Kedudukan
hadis sebagai sumber hukum
1. Berdasarkan dalil Al-qur’an
Banyak ayat Al-qur’an yang menerangkan
kewajiban mempercayai dan menerima segala sesuatu yang disampaika oleh
Rasulullah saw; kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Selain memerintahkan
umat islam agar percaya kepada rasulullah saw; Allah juga menyerukan agar
umat-Nya menaati segala bentuk peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah
maupun larangan. Tuntunan taat dan patuh pada Rasulullah saw; ini,sama halnya
dengan tuntunan taat dan patuh kepada Allah SWT.
Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat
ali imran ayat 32 yang artinya :
“
katakanlah, taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
kafir.”
Allah juga berfirman dalam surat An-Nur
ayat 54 yang artinya:
“katakanlah,
taatlah kepada Allah dan kepada Rasul, danjika kamu berpaling, maka
sesungguhnya kewajiban Rasul saw; itu adalah apa yang dibebankan kepadanya dan
kewajiban kamu sekalian adalah semata-semata apa yang dibebankan kepadamu. Dan
jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain
kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
Dari beberapa ayat di atas, jelaslah bahwa
setiap ada perintah taat kepada Allah SWT. dalam AL-qur’an selalu diiriingi
dengan perintah taat kepada Rasul-Nya.
2. Dalil Hadits
Dalam
salah satu pesan Rasulullah saw;berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits
sebagai pedoman hidup disamping
Al-qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya yang artinya:
“aku
tinggalakan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat
selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu
kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.” (HR. Hakim)
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda
yang artinya:
“wajib
bagi kamu sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa
Ar-rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu sekalian
dengannya.”
Hadits-hadits tersebut, menunjukkan bahwa
berpegang teguh kepada hadits atau menjadikan hadits, sebagai pegangan dan
pedoman hidup adalah wajib sebagaimana berpegang teguh kepada Al-qur’an.
3. Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Kesepakatan ummat muslimin dalam
mempercayainya, menerimanya, mengamalkan segala ketentuan yang terkandung
didalam hadits telah dilakukan sejak masa rasulullah, sepeninggalan beliau,
masa khulafa Ar-rasyidin hingga masa-masa selanjutnya tidak ada yang
mengingkarinya.
Ada
beberapa peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits
sebagi sumber hukum islam, antara lain:
a. Ketika Abu Bakar di baiat menjadi
khalifah, ia pernah berkata:
“saya tidak meninggalakan
sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesunggunhnya saya takut
tersesat bila meninggalkan perintahnya.”
b. Pernah ditanya kepada Abdullah bin Umar
tentang ketentuan shalat safar dalam
Al-qur’an. Ibnu Umar menjawab, “ Allah SWT. telah mengutus nabi Muhammad saw;
kepada kita dan kita tidak mengetahui
sesuatu maka sesungguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat Rasulullah
berbuat.”
c. Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa
Usman bin Affan berkata, “saya duduk sebangaimana duduknya Rasulullah saw; saya
makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya
Rasululla saw.”
Peristiwa-peristiwa
tersebut menunjukkan bahwa apa yang diperintahkan, dilakukan, dan diserukan
oleh Rasulullah saw; selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu
ditinggalkan.
4. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Kerasulan nabi Muhammad saw; telah diakui
dan dibenarkan oleh umat islam. Di dalam me ngemban misinya itu kadang kala
beliau menyampaikan apa yang diterimanya dari Allah SWT. baik isi maupun
formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari
Tuhan. Namun juga, tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata
mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing oleh wahyu. Hasil ijtihad beliau
tetap berlaku sampai ada nash yang
menaskhkan.[5]
E. Fungsi Hadits Terhadap Al-qur’an
Menetapkan hukum yang terdapat didalam al-qur’an. Ini
tidak berarti bahwa hadits atau sunnah itu menguatkan al-qur’an, namun
menunjukkan bahwa masalah-masalah yang terdapat didalam al-qur’an dan juga
didalam hadits itu sangat penting untuk diimani, dijalankan dan dijadikan
pedoman dasar oleh setiap muslim.[6]
Secara global, sunnah sejalan dengan al-qur’an,
merinci pada ayat-ayat yang menjual, menjelaskan mubah, membatasi yang mutlak,
mengkhusukan yaang umum dan menguraikan hukum-hukum dan tujuannya, disamping
membawa hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh al-qur’an yang isinya
sejalan dengan kaidah-kaidahnya dan merupakan realisasi dari tujuan dan
sasarannya. Disinilah hadits menduduki dan menpati fungsinya sebagai sumber
ajaran islam yang kedua. Ia menjadi penjelas (mubayyin) isi kandungan al-qur’an.
Sesuai dengan firman Allah (QS. An-nahl : 44)
“Dan
kami turunkan padamu al-qur’an, agar kamu menerangkan pada umaat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Penjelasan al-sunnah terhadap al-qur’an sebenarnya
merupakan objek kajian ushul, yang dibicarkan secara luas dalam buku ushul fiqh.
Ahmad bin Hambal, seperti dikutip oleh Munzier Suparta, ia mengemukakan bahwa
fungsi hadits sebagai penjelas terhadap al-qur’an itu bermacam-macam. Ia (imam
Hambal) menyebutkan empat macam fungsi, yaitu bayan Al-ta’kid, bayan
Al-takhsis, bayan Al-tafsir, dan bayan Al-tasyri.
F. Menetapkan dan Menentukan Suatu Hukum yang
Tidak Terdapat di dalam Al-Qur’an
Kedudukan hadits
dalam menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-qur’an menunjukkan
bahwa hadits merupakan sumber hukum islam. Karena dalam Al-qur’an terdapat
ayat-ayat yang memerintahkan kepada oarng-orang beriman untuk taat secara
mutlak kepada apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Rasulullah saw; serta
mengacam orang yang menyelisinya.
Hukum yang merupakan produk hadits/sunnah
yang tidak ditunjukkan oleh Al-qur’an banyak sekali. Seperti larangan
Rasulullah tentang haram memakai sutra dan emas bagi laki-laki, haram memakan
burung yang berkuku tajam.
G . Kesimpulan
Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada
Rasulullah saw; baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan atau sifat. Hadits
sebagai sumber hukum kedua setelah
Al-qur’an yang berkedudukan sebagai penjelas dari Al-qur’an dan fungsi hadits
terhadap Al-qur’an sebagi penguat apa-apa yang ada didalam Al-qur’an yang masih
bersifat global (umum).
DAFTAR PUSTAKA
Natah, abuddin, al-qur’an
dan dan hadits,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1994)
Sahrani,Sohari,ulumul
hadits,(Bogor:Ghalia Indonesia,2010)
Mudasir ,ilmu
hadits,(bandung: pustaka setia,2005)
[1] Sohari sahrani,ulumul hadits,(Bogor:Ghalia
Indonesia,2010)...33
[2] Abuddin natah, al-qur’an dan
hadits,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1994)...171-172
[3] Sohari sahrani, ulumul ...33
[4] Abuddin natah, al-qur’an ...
172-174
[5] Mudasir ,ilmu hadits,(bandung:
pustaka setia,2005)...66-74
[6]Abuddin natah, al-qur’an...175