Saturday, 19 January 2019

Makalah Tentang HADIST








WIRDAH                               (170301005)


A.    Pendahuluan
Kekhalifahan manusia di muka bumi memiliki tugas yang sangat penting sebagai pengganti atau pewaris untuk memelihara kelangsungan dan keseimbangan alam. Kehidupan manusia sebagai khalifah tentu saja dalam aplikasinya memiliki undang-undang yang nantinya manusia bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Manakala yang menjadi acuannya adalah al quran sebagai sumber utama dan hadits sebagai kedudukan setelahnya.
            Di dalam al quran telah mencakup semua aspek kehidupan hanya saja masih bersifat universal sehingga sangat dibutuhkan penjelasan sekaligus penyempurnaan akan eksistensinya. Oleh karena itu Allah mengutus Rasul terakhir sebagai penyempurnaan sekaligus penutup segala para ambiya yaitu Rasulullah SAW; dari Rasul inilah lahir yang namanya hadits yang mana kedudukan dan fungsinya sangat penting sekali.
           
B.     Pengertian Hadits
Hadist merupakan mubayyin  (penjelas) bagi al quran yang karenanya, siapa pun tidak akan bisa memahami al quran tanpa dengan memahami dan menguasai hadist. Begitu pula menggunakan hadist tanpa al quran, akan kehilangan arah karena al quran merupakan dasar hukum  pertama yang didalamnya berisi garis-garis besar syariat islam. Dengan demikian antara al quran dan hadis memiliki hubungan timbal balik yang tidak dapat di pisahkan [1].

C.     Kedudukan Hadits
Jumhur ulama mengatakan bahwa hadits menempati urutan yang kedua    setelah al-quran. Untuk hal ini al-suyuthi dan al-qasimi mengemukakan argumentasi rasional dan argumentasi tekstual. Diantara argumentasi itu adalah sebagai berikut:
1.      Al-qur’an besifat qath’i al-wurud,sedangkan hadits bersifat zhanni al-wurud. Karena itu yang qath’i harus didalukan dari pada yang zhanni.
2.      Hadits berfungsi sebagai penjabaran al-qur’an. Ini harus diartikan bahwa yang menjelaskan bekedudukan setingkat dibawah yang dijelaskan.
3.      Ada beberapa hadits dan atsar yang menjelaskan urutan dan kedudukan hadits setelah al-qur’an. Diantaranya dialog rasululllah dengan Mu’az bin jabal yang akan diutus ke negeri yaman sebagai qadli. Nabi bertanya: “dengan apa kau putuskan suatu perkara?” Mu’az menjawab: “dengan kitab Allah. Jika tidak ada nash nya, maka dengan sunnah Rasulullah dan jika tidak ada ketentuannya dalam sunnah, maka dengan berijtihad.”
4.      Al – qur’an sebagai wahyu dari sang pencipta Allah swt; sedang hadits berasal dari hamba dan utusannya, maka selayaknya bahwa yang berasal dari sang pencipta lebih tinggi kedudukannya dari pada yang berasal dari hamba utusannya.[2]
5.      Yusuf qardhawi mengemukakan bahwa sunnah (hadits) merupakan penjelasan teoritis dan praktis bagi al-quran oleh sebab itu diharuskan mengikuti dan mengamalkan hukum-hukum serta pengarahan yang diberikan oleh sunnah Rasulullah saw; menaati perintah Rasulullah adalah wajib sebagaimana menaati apa yang disampaikan oleh al-qur’an.[3]
Ada beberapa ayat al-qur’an dan hadits yang menyatakan banhwa al-sunnah sebagai sumber kedua setelah al-qur’an dalam ajaran islam.
Surat an-nisa ayat 59 menyatakan:
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul –Nya dan ulul amri diantara kamu.”
Selanjutnya dalam haits nabi ditegaskan :
“ Aku tinggalakan untuk kalian dua perkara (pusaka), selama kalian berpegang kepada keduanya kalian tidak akan tesesat, kitabullah (al-qur’an) dan sunnah Rasul-Nya.” (HR. Abu Daud).
Terlepas dari berbagai alasan atau dalil yanng menunjukkan banhwa kedudukan al-sunnah menempati posisi kedua setelah al-qur’an dalam tertib sumber hukum islam yang jelas, di dalam islam al-qur’an banyak ayat yang tidak dapat dijelaskan. Jika tidak ada penjelasan yang tidak dapat mengungkapkan makna yang dimaksud oleh ayat tersebut maka yang bisa menjelaskan itu adalah Rasul.
Oleh karenanya, sering para sahabat sering menjumpai Rasulullah saw ; untuk meminta keterangan dan penjelasan yang diperlukan untuk memahami al-qur’an yang mujmal, muthlaq serta umum. Dalam arti bahwa al-qur’an banyak mengandung hukm-hukum yang bersifat kulli (menyeluruh) yang tekadang sulit dipahami dan dimengerti para sahabat. Dalam keadaan serupa itu Rasulullah saw; tampil menerangkan dan memberi penjelasan kepada mereka.[4]
D.     Kedudukan hadis sebagai sumber hukum
1.      Berdasarkan dalil Al-qur’an
Banyak ayat Al-qur’an yang menerangkan kewajiban mempercayai dan menerima segala sesuatu yang disampaika oleh Rasulullah saw; kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Selain memerintahkan umat islam agar percaya kepada rasulullah saw; Allah juga menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan. Tuntunan taat dan patuh pada Rasulullah saw; ini,sama halnya dengan tuntunan taat dan patuh kepada Allah SWT.
Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat ali imran ayat 32 yang artinya :
“ katakanlah, taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling maka  sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”
Allah juga berfirman dalam surat An-Nur ayat 54 yang artinya:
“katakanlah, taatlah kepada Allah dan kepada Rasul, danjika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul saw; itu adalah apa yang dibebankan kepadanya dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-semata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”
Dari beberapa ayat di atas, jelaslah bahwa setiap ada perintah taat kepada Allah SWT. dalam AL-qur’an selalu diiriingi dengan perintah taat kepada Rasul-Nya.
2.      Dalil Hadits
      Dalam salah satu pesan Rasulullah saw;berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping  Al-qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya yang artinya:
“aku tinggalakan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.” (HR. Hakim)
Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“wajib bagi kamu sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa Ar-rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.”
Hadits-hadits tersebut, menunjukkan bahwa berpegang teguh kepada hadits atau menjadikan hadits, sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah wajib sebagaimana berpegang teguh kepada Al-qur’an.
3.      Kesepakatan Ulama (Ijma’)
Kesepakatan ummat muslimin dalam mempercayainya, menerimanya, mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam hadits telah dilakukan sejak masa rasulullah, sepeninggalan beliau, masa khulafa Ar-rasyidin hingga masa-masa selanjutnya tidak ada yang mengingkarinya.
Ada beberapa peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagi sumber hukum islam, antara lain:
a.       Ketika Abu Bakar di baiat menjadi khalifah, ia pernah berkata:
“saya tidak meninggalakan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesunggunhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.”
b.      Pernah ditanya kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam Al-qur’an. Ibnu Umar menjawab, “ Allah SWT. telah mengutus nabi Muhammad saw; kepada kita  dan kita tidak mengetahui sesuatu maka sesungguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.”
c.       Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa Usman bin Affan berkata, “saya duduk sebangaimana duduknya Rasulullah saw; saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasululla saw.”
Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan bahwa apa yang diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah saw; selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan.


4.      Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Kerasulan nabi Muhammad saw; telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam. Di dalam me ngemban misinya itu kadang kala beliau menyampaikan apa yang diterimanya dari Allah SWT. baik isi maupun formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari Tuhan. Namun juga, tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing oleh wahyu. Hasil ijtihad beliau tetap berlaku sampai ada nash yang menaskhkan.[5]

E.     Fungsi Hadits Terhadap Al-qur’an
Menetapkan hukum yang terdapat didalam al-qur’an. Ini tidak berarti bahwa hadits atau sunnah itu menguatkan al-qur’an, namun menunjukkan bahwa masalah-masalah yang terdapat didalam al-qur’an dan juga didalam hadits itu sangat penting untuk diimani, dijalankan dan dijadikan pedoman dasar oleh setiap muslim.[6]
Secara global, sunnah sejalan dengan al-qur’an, merinci pada ayat-ayat yang menjual, menjelaskan mubah, membatasi yang mutlak, mengkhusukan yaang umum dan menguraikan hukum-hukum dan tujuannya, disamping membawa hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh al-qur’an yang isinya sejalan dengan kaidah-kaidahnya dan merupakan realisasi dari tujuan dan sasarannya. Disinilah hadits menduduki dan menpati fungsinya sebagai sumber ajaran islam yang kedua. Ia menjadi penjelas (mubayyin) isi kandungan al-qur’an.
Sesuai dengan firman Allah (QS. An-nahl : 44)
“Dan kami turunkan padamu al-qur’an, agar kamu menerangkan pada umaat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Penjelasan al-sunnah terhadap al-qur’an sebenarnya merupakan objek kajian ushul, yang dibicarkan secara luas dalam buku ushul fiqh. Ahmad bin Hambal, seperti dikutip oleh Munzier Suparta, ia mengemukakan bahwa fungsi hadits sebagai penjelas terhadap al-qur’an itu bermacam-macam. Ia (imam Hambal) menyebutkan empat macam fungsi, yaitu bayan Al-ta’kid, bayan Al-takhsis, bayan Al-tafsir, dan bayan Al-tasyri.
F.      Menetapkan dan Menentukan Suatu Hukum yang Tidak Terdapat di dalam Al-Qur’an
Kedudukan hadits dalam menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-qur’an menunjukkan bahwa hadits merupakan sumber hukum islam. Karena dalam Al-qur’an terdapat ayat-ayat yang memerintahkan kepada oarng-orang beriman untuk taat secara mutlak kepada apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Rasulullah saw; serta mengacam orang yang menyelisinya.
Hukum yang merupakan produk hadits/sunnah yang tidak ditunjukkan oleh Al-qur’an banyak sekali. Seperti larangan Rasulullah tentang haram memakai sutra dan emas bagi laki-laki, haram memakan burung yang berkuku tajam.     

G . Kesimpulan
Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah saw; baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan atau sifat. Hadits sebagai sumber hukum  kedua setelah Al-qur’an yang berkedudukan sebagai penjelas dari Al-qur’an dan fungsi hadits terhadap Al-qur’an sebagi penguat apa-apa yang ada didalam Al-qur’an yang masih bersifat global (umum).
DAFTAR PUSTAKA
Natah, abuddin, al-qur’an dan dan hadits,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1994)
Sahrani,Sohari,ulumul hadits,(Bogor:Ghalia Indonesia,2010)
Mudasir ,ilmu hadits,(bandung: pustaka setia,2005)






[1] Sohari sahrani,ulumul hadits,(Bogor:Ghalia Indonesia,2010)...33
[2] Abuddin natah, al-qur’an dan hadits,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1994)...171-172
[3] Sohari sahrani, ulumul ...33
[4] Abuddin natah, al-qur’an ... 172-174
[5] Mudasir ,ilmu hadits,(bandung: pustaka setia,2005)...66-74
[6]Abuddin natah, al-qur’an...175




No comments:

Post a Comment