IMAN DAN KUFUR
MAKALAH
IMAN DAN KUFUR DALAM DALAM
PANDANGAN ALIRAN- ALIRAN KALAM
DIPRESENTASIKAN
DALAM MATA KULIAH
ILMU KALAM KLASIK
OLEH:
KELOMPOK
MR.
AFFAN SISAENG (170304049)
THESA
CARMILA (170304032)
RAUZATUL
JANNAH (170304005)
MAULIZA
ZAHARA (170304011)
MAHASISWA
PROGAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Persoalan
iman dan kufur sangat penting dan mendasar serta menentukan dalam islam. Iman
dan kufur menjadi dasar amal seseorang dapat diterima atau ditolak oleh Allah
SWT. Seseorang yang beramal berdasarkan iman akan memperoleh balasan
keselamatan atau kebahagiaan dunia akhirat dan begitu juga sebaliknya. Aqidah
ilmu kalam sebagaimana diketahui, membahas ajaran- ajaran dasar dari suatu
agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam,
perlu mempelajari aqidah yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari aqidah atau
teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada
landasan yang kuat, yang tidah mudah diombang- ambingkan oleh peredaran zaman.
Mengenai
kemunculan masalah iman dan kufur itu pertamakali pada kelompok Khawarij ketika
mereka mengatakan kafir sejumlah sahabat Nabi Muhammad SAW. Yang menurut mereka
dipandang sebagai dosa besar. Aliran- aliran islam setelah Khawarij yaitu
aliran Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan aliran Maturidiyah. Perbedaan-
perberdaan pendapat di kalangan aliran,
termasuk pendapat mengenai iman dan kufur dipengaruhi oleh dasar pemikiran yang
berbeda.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Iman dan Kufur
Kata
Iman berasal dari bahasa Arab yang berarti tasdiq (membenarkan). Iman adalah
kepercayaan dalam hati meyakini dan membenarkan semua yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Saw. Dalam pembahasan ilmu kalam atau ilmu tauhid, konsep iman konsep
iman terbagi menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Iman
adalah tasdiq didalam hati akan wujud Allah dan keberadaan Nabi atau Rasul
Allah. Menurut konsep ini iman dan kufur semata-mata adalah urusan hati,bukan
terlihat dari luar. Jika seseorang sudah tasdiq (membenarkan/meyakini) akan
adanya Allah, maka ia sudah disebut telah beriman, sekalipun perbuatannya belum
sesuai dengan tuntutan ajaran agamanya.
b. Iman
adalah tasdiq didalam hati dan diikrarkan dengan lidah. Dengan demikian,
seseorang dapat digolongkan beriman apabila ia mempercayai dalam hatinya akan
keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan)kepercayaan itu dengan lidah.
c. Iman
adalah tasdiq di dalam hati,ikrar dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan.
Antara iman dan perbuatan manusia terdapat keterkaitan karena keimanan
seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya.
Dalam
agama Islam, adanya kepercayaan harus mendorong pemeluknya dengan keyakinan dan
kesadarannya untuk berbuat baik dan menjahui larangan Tuhan. Oleh sebab itu,
seseorang baru dianggap sempurna imannya apabila betul-betul telah diyakini dengan
hati, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Dari uraian
diatas bahwa konsep iman di kalangan umat Islam bervariasi, ada yang hanya
memasukkan unsur tasdiq, ada yang menambah unsur ikrar tanpa mengaitkan dengan
amal perbuatan manusia, dan ada yang mengumpulkan ketiga unsur tersebut, yaitu
tasdiq, ikrar dan amal perbuatan.
Kata
kufur atau kafir mempunyai banyak lebih dari satu arti. Kufur dalam banyak
pengertian sering diantagoniskan atau sebagai keadaan yang berlawanan dengan iman.
Dimaksud kufur dalam pembahasan ini adalah keadaan tidak percaya atau beriman
kepada Allah Swt. Maka orang yang kufur atau kafir adalah orang yang tidak
percaya atau orang yang tidak beriman kepada Allah baik orang tersebut bertuhan
selain Allah maupun tidak bertuhan, seperti paham komunis (atheis).
Kekafiran
jelas sangat bertentangan dengan aqidah islam atau tauhid sebab tauhid adalah
kepercayaan dan keimanan atau keyakinan akan adanya Allah Swt. Orang kafir
sering melakukan bantahan terhadap ketentuan- ketentuan syariat Allah atau
menentang Allah. Dengan demikian, kufur merupakan keadaan dimana seseorang
tidak mengikuti ketentuan- ketentuan syariat yang telah digariskan oleh Allah.[1]
B. Iman
dan kufur dalam pandangan aliran-aliran kalam
a. Aliran
Khawarij
Dalam
hal ini golongan Khawarij menyatakan bahwa seseorang mukmin tidak sebatas
mengucapkan dua kalimah syahadat dan pengakuan dalam hati yang diwajibkan untuk
menjadi seseorang mukmin, tetapi melaksanakannya juga merupakan syarat sah
iman.[2]
Selanjutnya
mereka menganggap bahwa setiap umat Muhammad yang terus menerus mengerjakan
dosa besar sehingga matinya belum sempat taubat, maka orang itu dihukumkan
dengan kafir dan kekal dalam neraka.[3]
b. Aliran
Murji’ah
Murji’ah
mengatakan bahwan iman tidak ada pengaruhnya baik yang berkaitan dengan dengan
amal, maupun terhadap perbuatan dasar, karena iman bersemi di dalam hati yang
tidak dapat dipengaruhi oleh suatu apapun, yang penting menurut mereka adalah
pengakuan sedangkan amal tidak menjadi persoalan meskipun orang itu melakukan
dosa besar, dan ia tetap sebagai orang yang beriman.[4]
Pada
umumnya kaum Murji’ah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan moderat,
dan golongan ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa
besar bukanlah kafir dan tidak kekal di dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam
neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa
Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidaka akan masuk neraka sama
sekali.dalam golongan Murji’ah moderat ini termasuk Al-Hasan dan Muhammad Ibn
‘Ali Ibn Talib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadis.jadi bagi
golongan ini orang islam yang berdosa besar masih tetap mukmim. Dalam hal ini
Abu Hanifah memberi definisi iman sebagai berikut: iman adalah pengetahuan dan
pengakuan tentang Tuhan, tentang Rasul-Nya dan tentang segala apa yang datang
dari Tuhan dalam keseluruhan dan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai
sifat bertambah atau berkurang, dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam
hal iman.
Menurut
golongan ekstrim orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan
kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufr tempatnya
hanyalah dalam hati, bukan bagian lain dari tubiuh manusia. Bagi Al-Salihiah,
pengikut-pengikut Abu Al-Hasan al-salih, iman adalah mengetahui tuhan dan kufr adalah
tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian mereka sembahyang tidaklah merupakan
ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah ilah iman kepadanya dalam arti
mengetahui Tuhan.[5]
c. Aliran
Mu’tazilah
Ajaran
pertama yang dibawa Wasil tentulah paham al manzilah bain al- manzilatain,
posisi di antara dua posisi dalam arti posisi menengah menurut ajaran ini,
orang yang berdosa besar bukan kafir sebagai disebut kaum Khawarij, dan bukan
pula mukmin. Mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang
berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di
antara kedua posisi itu (al manzilah
bain al-manzilatain).[6]
Mu’tazilah menganggap bahwa orang-orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan
mati sebelum bertaubat, maka ia bukan termasuk orang mukmin dan bukan pula
kafir, tetapi dia dihukumkan sebagai orang fasiq. Jadi kefasiqkan itu adalah
suatu tempat yang berdiri antara iman dan kafir atau istilah lain dikatakan al
Manzilah bainal al-Manzilatain.[7]
Iman
bagi mereka digambarkan , bukan hanya oleh pengakuan dan ucapan lisan, tetapi
juga oleh perbuatan-perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa besar tidak beriman
dan oleh karena itu tak dapat masuk surga. Tempat satu-satunya adalah neraka.
Tetapi tidak adil kalau ia dalam neraka mendapat siksaan yang sama berat dengan
kafir. Oleh karena itu pembuat dosa besar,
betul masuk neraka, tapi mendapat siksaan yang lebih ringan. Inilah
menurut Mu’tazilah, posisi menengah antara mukmin dan kafir, dan itulah pula
keadilan.[8]
Ajaran
yang kedua adalah paham Qadariah yang di anjurkan oleh Ma’bad dan Ghaila.
Tuhan, kata Wasil bersifat bijaksana dan adil. Ia tak dapat berbuat jahat dan
bersifat zalim. Tidak mungkin Tuhan menghendaki supaya manusia berbuat hal-hal
yang bertentangan dengan perintah-Nya. Dengan demikian manusia sendirilah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan baik dan perbuatan
jahatnya, iman dan kufurnya, kepatuhan dan tidak kepatuhannya pada Tuhan. Atas perbuatan-
perbuatannya ini, manusia memperoleh balasan. Dan untuk mewujudnya perbuatan-
perbuatan itu Tuhan memberikan daya dan kekuatan kepadanya. Tidak mungkin Tuhan
menurunkan perintah pada manusia untuk berbuat sesuatu kalau manusia tidak
mempunyai daya dan kekuatan untuk berbuat.[9]
Aliran
Mu’tazilah masih di pandang sebagai aliran yang meyimpang dari Islam, terutama
di Indonesia. Pandangan demikian timbul karena kaum Mu’tazilah dianggap tidak
percaya kepada wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh dengan
perantara rasio. Sebagai diketahui kaum Mu’tazilah tidak hanya memakai argument
rasional,tetapi juga memakai ayat-ayat al-quran dan hadist nabi untuk
mempertahankan pendirian mereka.[10]
d.
Aliran Al-Asy’riah
Bagi al-asy’ariah, persoalan
iman adalah urusan batin semua amalan lahiriah adalah produk dari keyakinan
hati,dalam hati walaupum tidak mengucapkan dengna lidah sudah dihukumnya sebagi
mukmin dan berhak masuk dalam surga.[11] Bagi
al-asy’ariah orang yang berdosa besar tetap mukmin,karena imanya masih ada
sekiranya orang berdosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq. Tetapi karena
dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir,maka dalam dirinya akan tidak
didapati kufr atau iman;dengan demikian bukanlah ia atheis dan bukan pula
monotheis,tidak teman dan tidak pula musuh.hal serupa ini tidak mungkin. Oleh
karena itu tidak pula mingkin bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan pula
bukan kafir.
Demikian pula yang
menciptakan perkerjaan iman bukanlah orang mikmin yang sanggup membuat iman
bersifat tidak berat dan sulit, tetapi tuhanlah yang memciptakannya dan tuhan memang
menghendaki supaya iman bersifat berat dan sulit.istilah yang dipakai
al-asy’ari untuk perbuatan menusia yang diciptakan tuhan ialah al-kashb. Dan dalam
mewujuskan perbuatan yang diciptakan itu daya yang dalam diri manusia tak
mampunyai efek.[12]
e. Ahli
Sunnah Wa Jama’ah
Ahli sunnah wa jama’ah
menganggap bahwa iman itu ialah orang mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan
dengan hati. Iman yang sempurna adalah mengikrarkan dengan lisan dan
membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota badan. Orang mukmin yang
melakukan dosa besar dan mati sebelum bertaubat, orang tersebut masih dianggap
mukmim. Apabilan seseorang mendapat ampunan daripada Allah Swt. Ia akan masuk surga. Akan tetapi
bagi seseorang yang tidak mendapat ampunan daripada Allah Swt dan juga tidak
memdapat syafa’at dari nabi Muhammad Saw ia masih tetap dalam neraka. Sehingga
pada akhirnya setelah dosanya tertebus dengan neraka itu ia akan dikeluarkannya
untuk selanjutnya ia akan dimasukkannya dalam surga.
Ahlu sunnah wa jama’ah
menyatakan bahwa perbuatan manusia ini dikerjakan atas Qudrat Allah disertai
dengan qudrat manusia dan qudrat Allah lah yang dapat memberi berkas. Jadi
perbuatan manusia diciptakan oleh Allah Swt. Bukanlah diwujudkan oleh manusia
sendiri. tetapi dalam perwujudannya manusia juga mempunyai bagian yang disebut
usaha (alkasb) berbarengan antara perbuatan seseorang dengan kemampuannya.
Dengan usaha itulah manusia bertanggung jawab atas segala perbuatan yang
dilakukan. Dengan demikian menunjukkan bahwa manusia berhak berusaha,namun
allah jugalah yang smenentu hasilnya.[13]
BAB III
Kesimupan
Iman
merupakan suatu bentuk urusan hati yang mendorong seseorang untuk melakukan
dasar atau pondasi seseorang untuk dapat dekat dengan Allah. Dan sebaliknya
kufur adalah suatu yang sangat dimurkai oleh Allah. Kufur juga merupakan
ketidak percayaan terhadap Allah beserta segala kekuasaan-Nya. Sehingga kufur
merupakan suatu bentuk urusan hati yang dapat mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela.
Setiap
aliran-aliran memiliki pandangan yang berbeda tentang iman kufur, kandungan
dimensinya pun berbeda-beda. Dari setiap aliran dan tergantung pada elemen yang
dimasukkan dalam wilayah iman dan kufur. Iman yang tidak didasari kepada Allah
akan menuai kerapuhan dan kehancuran.
Daftar
Pustaka
Damanhuri Basyir, Tauhid kalami (Aqidah Islam), (Banda
Aceh: Fakultas Ushuluddin, 2014),
Taslim HM Yasin, ddk, Studi Ilmu Kalam, (Banda Aceh:
Ushuluddin Publishing, 2014)
Daniel Djuned,
Safir Iskandar Wijaya, ddk, Studi Ilmu
Kalam, (Banda Aceh, Fakultas Ushuluddin, 2001)
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1986)
[1]Damanhuri Basyir, Tauhid kalami (Aqidah Islam), (Banda
Aceh: Fakultas Ushuluddin, 2014), 17-20
[2]Taslim HM Yasin, ddk, Studi Ilmu Kalam, (Banda Aceh:
Ushuluddin Publishing, 2014), 25
[3]Daniel Djuned, Safir
Iskandar Wijaya, ddk, Studi Ilmu Kalam,
(Banda Aceh, Fakultas Ushuluddin, 2001), 86
[6] Ibid..., 44
[7] Daniel Djuned, Safir
Iskandar Wijaya, ddk, Studi Ilmu Kalam,
86
[9] Ibid..., 45
[10] Ibid...,57
[11] Taslim HM Yasin, ddk, Studi Ilmu Kalam, 22
[13] Daniel Djuned, Safir
Iskandar Wijaya, ddk, Studi Ilmu Kalam,
86-87
No comments:
Post a Comment