Monday, 12 November 2018

IMAN DAN KUFUR

                                                                    IMAN DAN KUFUR 



















MAKALAH
IMAN DAN KUFUR DALAM DALAM PANDANGAN ALIRAN- ALIRAN KALAM
DIPRESENTASIKAN DALAM MATA KULIAH
 ILMU KALAM KLASIK
OLEH: KELOMPOK
MR. AFFAN SISAENG      (170304049)
THESA CARMILA              (170304032)
RAUZATUL JANNAH       (170304005)
MAULIZA ZAHARA          (170304011)



MAHASISWA PROGAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Persoalan iman dan kufur sangat penting dan mendasar serta menentukan dalam islam. Iman dan kufur menjadi dasar amal seseorang dapat diterima atau ditolak oleh Allah SWT. Seseorang yang beramal berdasarkan iman akan memperoleh balasan keselamatan atau kebahagiaan dunia akhirat dan begitu juga sebaliknya. Aqidah ilmu kalam sebagaimana diketahui, membahas ajaran- ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari aqidah yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari aqidah atau teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat, yang tidah mudah diombang- ambingkan oleh peredaran zaman.
Mengenai kemunculan masalah iman dan kufur itu pertamakali pada kelompok Khawarij ketika mereka mengatakan kafir sejumlah sahabat Nabi Muhammad SAW. Yang menurut mereka dipandang sebagai dosa besar. Aliran- aliran islam setelah Khawarij yaitu aliran Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan aliran Maturidiyah. Perbedaan- perberdaan  pendapat di kalangan aliran, termasuk pendapat mengenai iman dan kufur dipengaruhi oleh dasar pemikiran yang berbeda.













BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Iman dan Kufur
Kata Iman berasal dari bahasa Arab yang berarti tasdiq (membenarkan). Iman adalah kepercayaan dalam hati meyakini dan membenarkan semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam pembahasan ilmu kalam atau ilmu tauhid, konsep iman konsep iman terbagi menjadi tiga golongan, yaitu :
a.    Iman adalah tasdiq didalam hati akan wujud Allah dan keberadaan Nabi atau Rasul Allah. Menurut konsep ini iman dan kufur semata-mata adalah urusan hati,bukan terlihat dari luar. Jika seseorang sudah tasdiq (membenarkan/meyakini) akan adanya Allah, maka ia sudah disebut telah beriman, sekalipun perbuatannya belum sesuai dengan tuntutan ajaran agamanya.
b.    Iman adalah tasdiq didalam hati dan diikrarkan dengan lidah. Dengan demikian, seseorang dapat digolongkan beriman apabila ia mempercayai dalam hatinya akan keberadaan Allah dan mengikrarkan (mengucapkan)kepercayaan itu dengan lidah.
c.    Iman adalah tasdiq di dalam hati,ikrar dengan lisan dan dibuktikan dengan perbuatan. Antara iman dan perbuatan manusia terdapat keterkaitan karena keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal perbuatannya.

Dalam agama Islam, adanya kepercayaan harus mendorong pemeluknya dengan keyakinan dan kesadarannya untuk berbuat baik dan menjahui larangan Tuhan. Oleh sebab itu, seseorang baru dianggap sempurna imannya apabila betul-betul telah diyakini dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Dari uraian diatas bahwa konsep iman di kalangan umat Islam bervariasi, ada yang hanya memasukkan unsur tasdiq, ada yang menambah unsur ikrar tanpa mengaitkan dengan amal perbuatan manusia, dan ada yang mengumpulkan ketiga unsur tersebut, yaitu tasdiq, ikrar dan amal perbuatan.
Kata kufur atau kafir mempunyai banyak lebih dari satu arti. Kufur dalam banyak pengertian sering diantagoniskan atau sebagai keadaan yang berlawanan dengan iman. Dimaksud kufur dalam pembahasan ini adalah keadaan tidak percaya atau beriman kepada Allah Swt. Maka orang yang kufur atau kafir adalah orang yang tidak percaya atau orang yang tidak beriman kepada Allah baik orang tersebut bertuhan selain Allah maupun tidak bertuhan, seperti paham komunis (atheis).
Kekafiran jelas sangat bertentangan dengan aqidah islam atau tauhid sebab tauhid adalah kepercayaan dan keimanan atau keyakinan akan adanya Allah Swt. Orang kafir sering melakukan bantahan terhadap ketentuan- ketentuan syariat Allah atau menentang Allah. Dengan demikian, kufur merupakan keadaan dimana seseorang tidak mengikuti ketentuan- ketentuan syariat yang telah digariskan oleh Allah.[1]

B.  Iman dan kufur dalam pandangan aliran-aliran kalam
a.    Aliran Khawarij
Dalam hal ini golongan Khawarij menyatakan bahwa seseorang mukmin tidak sebatas mengucapkan dua kalimah syahadat dan pengakuan dalam hati yang diwajibkan untuk menjadi seseorang mukmin, tetapi melaksanakannya juga merupakan syarat sah iman.[2]
Selanjutnya mereka menganggap bahwa setiap umat Muhammad yang terus menerus mengerjakan dosa besar sehingga matinya belum sempat taubat, maka orang itu dihukumkan dengan kafir dan kekal dalam neraka.[3]
b.    Aliran Murji’ah
Murji’ah mengatakan bahwan iman tidak ada pengaruhnya baik yang berkaitan dengan dengan amal, maupun terhadap perbuatan dasar, karena iman bersemi di dalam hati yang tidak dapat dipengaruhi oleh suatu apapun, yang penting menurut mereka adalah pengakuan sedangkan amal tidak menjadi persoalan meskipun orang itu melakukan dosa besar, dan ia tetap sebagai orang yang beriman.[4]
Pada umumnya kaum Murji’ah dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan moderat, dan golongan ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal di dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidaka akan masuk neraka sama sekali.dalam golongan Murji’ah moderat ini termasuk Al-Hasan dan Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Talib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadis.jadi bagi golongan ini orang islam yang berdosa besar masih tetap mukmim. Dalam hal ini Abu Hanifah memberi definisi iman sebagai berikut: iman adalah pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, tentang Rasul-Nya dan tentang segala apa yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan dan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai sifat bertambah atau berkurang, dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal iman.
Menurut golongan ekstrim orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufr tempatnya hanyalah dalam hati, bukan bagian lain dari tubiuh manusia. Bagi Al-Salihiah, pengikut-pengikut Abu Al-Hasan al-salih, iman adalah mengetahui tuhan dan kufr adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian mereka sembahyang tidaklah merupakan ibadah kepada Allah, karena yang disebut ibadah ilah iman kepadanya dalam arti mengetahui Tuhan.[5]
c.    Aliran Mu’tazilah
Ajaran pertama yang dibawa Wasil tentulah paham al manzilah bain al- manzilatain, posisi di antara dua posisi dalam arti posisi menengah menurut ajaran ini, orang yang berdosa besar bukan kafir sebagai disebut kaum Khawarij, dan bukan pula mukmin. Mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di antara kedua posisi itu  (al manzilah bain al-manzilatain).[6] Mu’tazilah menganggap bahwa orang-orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum bertaubat, maka ia bukan termasuk orang mukmin dan bukan pula kafir, tetapi dia dihukumkan sebagai orang fasiq. Jadi kefasiqkan itu adalah suatu tempat yang berdiri antara iman dan kafir atau istilah lain dikatakan al Manzilah bainal al-Manzilatain.[7]
Iman bagi mereka digambarkan , bukan hanya oleh pengakuan dan ucapan lisan, tetapi juga oleh perbuatan-perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa besar tidak beriman dan oleh karena itu tak dapat masuk surga. Tempat satu-satunya adalah neraka. Tetapi tidak adil kalau ia dalam neraka mendapat siksaan yang sama berat dengan kafir. Oleh karena itu pembuat dosa besar,  betul masuk neraka, tapi mendapat siksaan yang lebih ringan. Inilah menurut Mu’tazilah, posisi menengah antara mukmin dan kafir, dan itulah pula keadilan.[8]
Ajaran yang kedua adalah paham Qadariah yang di anjurkan oleh Ma’bad dan Ghaila. Tuhan, kata Wasil bersifat bijaksana dan adil. Ia tak dapat berbuat jahat dan bersifat zalim. Tidak mungkin Tuhan menghendaki supaya manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya. Dengan demikian manusia sendirilah  sebenarnya yang  mewujudkan perbuatan baik dan perbuatan jahatnya, iman dan kufurnya, kepatuhan dan tidak kepatuhannya pada Tuhan. Atas perbuatan- perbuatannya ini, manusia memperoleh balasan. Dan untuk mewujudnya perbuatan- perbuatan itu Tuhan memberikan daya dan kekuatan kepadanya. Tidak mungkin Tuhan menurunkan perintah pada manusia untuk berbuat sesuatu kalau manusia tidak mempunyai daya dan kekuatan untuk berbuat.[9]
Aliran Mu’tazilah masih di pandang sebagai aliran yang meyimpang dari Islam, terutama di Indonesia. Pandangan demikian timbul karena kaum Mu’tazilah dianggap tidak percaya kepada wahyu dan hanya mengakui kebenaran yang diperoleh dengan perantara rasio. Sebagai diketahui kaum Mu’tazilah tidak hanya memakai argument rasional,tetapi juga memakai ayat-ayat al-quran dan hadist nabi untuk mempertahankan pendirian mereka.[10]
d.    Aliran Al-Asy’riah
Bagi al-asy’ariah, persoalan iman adalah urusan batin semua amalan lahiriah adalah produk dari keyakinan hati,dalam hati walaupum tidak mengucapkan dengna lidah sudah dihukumnya sebagi mukmin dan berhak masuk dalam surga.[11] Bagi al-asy’ariah orang yang berdosa besar tetap mukmin,karena imanya masih ada sekiranya orang berdosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq. Tetapi karena dosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir,maka dalam dirinya akan tidak didapati kufr atau iman;dengan demikian bukanlah ia atheis dan bukan pula monotheis,tidak teman dan tidak pula musuh.hal serupa ini tidak mungkin. Oleh karena itu tidak pula mingkin bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan pula bukan kafir.
Demikian pula yang menciptakan perkerjaan iman bukanlah orang mikmin yang sanggup membuat iman bersifat tidak berat dan sulit, tetapi tuhanlah yang memciptakannya dan tuhan memang menghendaki supaya iman bersifat berat dan sulit.istilah yang dipakai al-asy’ari untuk perbuatan menusia yang diciptakan tuhan ialah al-kashb. Dan dalam mewujuskan perbuatan yang diciptakan itu daya yang dalam diri manusia tak mampunyai efek.[12]
e.    Ahli Sunnah Wa Jama’ah
Ahli sunnah wa jama’ah menganggap bahwa iman itu ialah orang mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati. Iman yang sempurna adalah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota badan. Orang mukmin yang melakukan dosa besar dan mati sebelum bertaubat, orang tersebut masih dianggap mukmim. Apabilan seseorang mendapat ampunan daripada  Allah Swt. Ia akan masuk surga. Akan tetapi bagi seseorang yang tidak mendapat ampunan daripada Allah Swt dan juga tidak memdapat syafa’at dari nabi Muhammad Saw ia masih tetap dalam neraka. Sehingga pada akhirnya setelah dosanya tertebus dengan neraka itu ia akan dikeluarkannya untuk selanjutnya ia akan dimasukkannya dalam surga.
Ahlu sunnah wa jama’ah menyatakan bahwa perbuatan manusia ini dikerjakan atas Qudrat Allah disertai dengan qudrat manusia dan qudrat Allah lah yang dapat memberi berkas. Jadi perbuatan manusia diciptakan oleh Allah Swt. Bukanlah diwujudkan oleh manusia sendiri. tetapi dalam perwujudannya manusia juga mempunyai bagian yang disebut usaha (alkasb) berbarengan antara perbuatan seseorang dengan kemampuannya. Dengan usaha itulah manusia bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan. Dengan demikian menunjukkan bahwa manusia berhak berusaha,namun allah jugalah yang smenentu hasilnya.[13]





















                                                         BAB III
                                             Kesimupan

Iman merupakan suatu bentuk urusan hati yang mendorong seseorang untuk melakukan dasar atau pondasi seseorang untuk dapat dekat dengan Allah. Dan sebaliknya kufur adalah suatu yang sangat dimurkai oleh Allah. Kufur juga merupakan ketidak percayaan terhadap Allah beserta segala kekuasaan-Nya. Sehingga kufur merupakan suatu bentuk urusan hati yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela.
Setiap aliran-aliran memiliki pandangan yang berbeda tentang iman kufur, kandungan dimensinya pun berbeda-beda. Dari setiap aliran dan tergantung pada elemen yang dimasukkan dalam wilayah iman dan kufur. Iman yang tidak didasari kepada Allah akan menuai kerapuhan dan kehancuran.





















                                             Daftar Pustaka

          Damanhuri Basyir, Tauhid kalami (Aqidah Islam), (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin, 2014),
Taslim HM Yasin, ddk, Studi Ilmu Kalam, (Banda Aceh: Ushuluddin Publishing, 2014)
Daniel Djuned, Safir Iskandar Wijaya, ddk, Studi Ilmu Kalam, (Banda Aceh, Fakultas Ushuluddin, 2001)
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1986)




























[1]Damanhuri Basyir, Tauhid kalami (Aqidah Islam), (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin, 2014), 17-20
[2]Taslim HM Yasin, ddk, Studi Ilmu Kalam, (Banda Aceh: Ushuluddin Publishing, 2014), 25
[3]Daniel Djuned, Safir Iskandar Wijaya, ddk, Studi Ilmu Kalam, (Banda Aceh, Fakultas Ushuluddin, 2001), 86
[4]Taslim HM Yasin, ddk, Studi Ilmu Kalam, 26
[5] Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta: UI Press, 1986), 26-28
[6] Ibid..., 44
[7] Daniel Djuned, Safir Iskandar Wijaya, ddk, Studi Ilmu Kalam, 86
[8] Harun Nasution, Teologi Islam, 57

[9] Ibid..., 45
[10] Ibid...,57
[11] Taslim HM Yasin, ddk, Studi Ilmu Kalam, 22
[12] Harun Nasution, Teologi Islam, 71


[13] Daniel Djuned, Safir Iskandar Wijaya, ddk, Studi Ilmu Kalam, 86-87

No comments:

Post a Comment